Peningkatan produksi umbi singkong kurun waktu 1988-1992 terjadi karena adanya peningkatan rata-rata hasil per hektar. Walaupun demikian, rata-rata produktivitas usaha tani singkong ditingkat petani (3 ton/ha) masih lebih rendah dibandingkan dengan potensi hasilnya (6-10 ton/ha).
Luas panen komoditas singkong yang cenderung terus
menurun selama kurun waktu tersebut ternyata tidak berpengaruh terhadap produksi total. Sementara itu, sekitar 58% dari total luas panen per tahun masih tersebar di Pulau Jawa.
Dari segi ekspor, selama periode 1990-1994 ekspor singkong Indonesia mengalami peningkatan yang cukup besar. Bila pada tahun 1990, ekspor singkong adalah sebanyak 100 ton, maka pada tahun 1994 jumlah tersebut sudah menjadi 500 ton.
Permintaan singkong dalam bentuk tapioka maupun gaplek pada tahun-tahun yang akan datang diperkirakan akan terus meningkat. Hal ini merupakan peluang besar bagi Indonesia untuk usaha agribisnis singkong.
STANDAR PRODUKSI
1. Ruang Lingkup
________________________________________
Standar produksi ini meliputi: klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan, cara pengemasan dan rekomendasi untuk tapioka.
2. Diskripsi
Standar mutu singkong (tepung tapioka) di Indonesia tercantum dalam Standar Nasional Indonesia SNI 01-345-1994.
3. Klasifikasi dan Standar Mutu
Syarat mutu terdiri dari dua bagian :
a) Syarat organoleptik
1. Sehat (sound).
2. Tidak berbau apek atau masam.
3. Murni.
4. Tidak kelihatan ampas dan/atau bahan asing.
b) Syarat Teknis
1. Kadar air maksimum (%): mutu I=15; mutu II=15; mutu III=15.
2. Kadar abu maksimum (%): mutu I=0,60; mutu II=0,60; mutu III=0,60.
3. Serat dan benda asing maksimum (%): mutu I=0,60; mutu II=0,60; mutu III=0,60.
4. Derajat putih minimum (BaSO4=100%) (%): mutu I=94,5; mutu II=92,0; mutu III=92.
5. Kekentalan (Engler): mutu I=3-4; mutu II=2,5-3; mutu III<2,5.
6. Derajat asam maksimum (Ml IN Na): mutu I=3; mutu II=3; mutu III=3.
7. Cemaran logam: ** OH/100 gram
- Timbal (Pb) (mg/kg): mutu I=1,0; mutu II=1,0; mutu III=1,0.
- Tembaga (Cu) (mg/kg): mutu I=10,0; mutu II=10,0; mutu III=10,0.
- Seng (Zn) (mg/kg): mutu I=40; mutu II=40; mutu III=40.
- Raksa (Hg) (mg/kg): mutu I=0,05; mutu II=0,05; mutu III=0,05.
8. Arsen (AS) ** (mg/kg): mutu I=0,5; mutu II=0,5; mutu III=0,5.
9. Cemara Mikroba:**
- Angka lempeng total maksimum (koloni/gram): mutu I=1,0 x100; mutu I=1,0x100; mutu III=1,0x100.
- E. Coli maksimum(koloni/gram): mutu I=10; mutu II=10; mutu III=10.
- Kapang maksimum (koloni/gram): mutu I=1,0x104 ; mutu II=1,0x104; mutu III=1,0x104.
Keterangan:
** Dipersyaratkan bila dipergunakan sebagai bahan makanan.
1. Kadar air ialah jumlah kandungan air yang terdapat dalam singkong dinyatakan dalam persen dari berat bahan.
2. Kadar abu ialah banyaknya abu yang tersisa apabila tapioka dipijar pada suhu 500 derajat C yang dinyatakan dalam persen berat bahan.
3. Serat, ialah bagian dari tapioka dalam bentuk cellulosa dan dinyatakan dalam persen berat bahan.
4. Benda asing ialah semua benda lain (pasir, kayu, kerikil, logam-logam kecil) yang tercampur pada singkong, dinyatakan dalam persen dari berat bahan.
5. Derajat putih, ialah tingkat atau derajat keputihan dari pada singkong yang dibandingkan dengan derajat putih BaSO4 = 100 % dinyatakan dalam angka.
6. Kekentalan ialah derajat kekentalanm dari pada larutan singkong dinyatakan dengan derajat Elger.
7. Derajat asam ialah derajat asam pada singkong yang dinyatakan dalam mililiter per gram.
Untuk mendapatkan mutu singkong yang sesuai dengan standar maka harus dilakukan pengujian mutu singkong yang diantaranya adalah :
a) Kadar air: timbang dengan teliti kira-kira 5 gram contoh, tempatkan dalam cawan porselen/silika/platina panaskan dalam oven dengan suhu 105 ± 1 derajat C selama 5 jam. Dinginkan dalam eksikator sampai tercapai suhu kamar, lalu timbang. Panaskan lagi 30 menit lalu dinginkan dalam eksikator. Ulangi pengerjaan tersebut 3-4 kali sampai diperoleh berat antara 2 penimbangan berturut-turut lebih kecil dari 0,001 gram.
b) Kadar abu: timbang 5 gram contoh kedalam cawan porselen,/silika/platina yang sudah ditimbang beratnya. Pijarkan cawan berisi contoh diatas pembakar mecer kira-kira 1 jam, mula-mula api kecil lalu api dibesarkan sampai terjadi perubahan contoh menjadi arang. Sempurnakan pemijaran arang didalam tanur pada suhu 580-620 derajat C sampai menjadi abu. Pindahkan cawan dalam tanur kedalam oven pada pada suhu sekitar 100 derajat C, selama 1 jam. Dinginkan cawan berisi abu dalam eksikator sampai tercapai suhu kamar antara 15-30 derajat C, lalu timbang. Ulangi pengerjaan pemijaran dan pendinginan, sehingga diperoleh perbedaan berat antara dua pertimbangan berturut-turut lebih kecil daripada 0,001 gram.
c) Kadar serat dan benda asing: timbang kira-kira 2,5 gram contoh yang telah dikeringkalalu dituangkan kedalam labu dengan ditambah asam sulfat encer 1,25% yang telah dididih sebanyak 200 ml, pasangkan segera labu dengan pendingin balik yang dialiri air. Panaskan abu hingga mendidih selama 30 menit, pada saat mendidih sesekali labu digoyangkan agar semua contoh terasam dan tidak terjadi gosong pada dinding dalam labu. Tanggalkan labu, lalu saring dengan kain halus 18 serat/cm yang dipasang pada corong penyaring. Cuci residu dengan air mendidih sampai filtrat bersifat netral dan 200 ml larutan natrium hidroksida lalu pindahkan residu di atas kain kedalam labu. Didihkan kembali labu selama 30 menit, lalu tanggalkan labu dan segera saring dengan kain saring kemudian cuci residu dengan air mendidih sampai filtrat bersifat netral.
Pindahkan residu kedalam cawan Gooch yang telah dilapisi serat asbes dibantu pompa air, cuci residu dengan air panas dan dibilas dengan 15 ml etil alkohol 95 %. Keringkan cawan dan isinya pada suhu 104-106 derajat C dalam oven, kemudian dinginkan hingga tercapai suhu kamar, lalu ditimbang. Ulangi pengeringan dan penurunan suhu dalam eksikator 2-3 kali masing-masing 30 menit hingga mencapai bobot tetap. Pijarkan cawan gooch dan isinya pada suhu 580–620 derajat C sampai menjadi abu lalu tempatkan dalam oven (suhu ± 100 derajat C) selama 30 menit, dinginkan dalam eksikator sampai suhu kamar, lalu timbang. Ulangi pengeringan dan penurunan suhu dalam eksikator 2-3 kali, masing masing 30 menit hingga diperoleh bobot tetap (W2).
d) Derajat Putih: tuangkan BaSO4 murni kedalam cuvet dan tentukan reflaktan pada skala 100, lalu tuangkan contoh kedalam cuvet lainnya.
e) Derajat kekentalan Engler: timbang 10 gram bahan, tuangkan edalam gelas piala (500 ml) lalu tambahkan 100 ml etanol 70 % yang sudah dinetralkan dengan indikator phenol ptalein, lalu kocok selama 1 jam pada alat penggosok mekanik natrium hidroksida 0,1 N. Saring dengan cepat melalui kertas saring kering, pipet 50 ml saring, tuangkan kedalam erlenmeyer 500 ml dan titar saringan dengan larutan natrium hidroksida 0,1 N dengan indikator phenol ptalein.
f) Cemaran logam: masukan contoh kedalam erlenmeyer 250 ml, 10 ml H2SO4, 0,5 gram KMn04 dan direfluks hingga mendidih serta warna violet hilang. Tamabah 0,2 gram KMn04 dan pemanas diteruskan hingga KMn04 1,5 gram. Didihkan kembali selama 5 menit, dinginkan dan tambahkan Hydroxylamine Hydrochoride samapi warna hilang, setelah itu tambahkan 1 ml Hydroxylamine hydrochoride dan 2 ml asam asetan, pindahkan larutan kedalam labu pemisah tambahkan 10 ml larutan Dhitizone, kocok selama 2 menit. Pindahkan lapisan chloroform ke dalam corong pemisah yang mengandung 25 ml NH40H kemudian kocok, cuci dengan 10 ml H2S04 IN dan buat larutan baku (larutkan 0,9155 grm Pb Ac2 3H20 dalam air, tambahkan 5 ml HNO3 encerkan 500 ml dengan air), dari larutan ini diambil 1 ml diencerkan menjadi 100 ml.
Sedangkan cara uji tembaga dan seng, raksa, arsen, angka lempeng total, bakteri coliform dan eschericia coli sesuai dengan SNI 01–3451–1994, tapioka.
4. Pengambilan Contoh
Contoh diambil secara acak sebanyak akar pangkat dua dari jumlah karung dengan maksimum maksimum 30 karung. Pengambilan contoh dilakukan beberapa kali, sampai mencapai berat 500 gram. Contoh kemudian disegel dan diberi label. Petugas pengambil contoh harus orang yang telah berpengalaman atau dilatih lebih dahulu..5 Pengemasan
Tapioka dikemas dengan karung goni baru jenis ATWILL/Blacu yang baik, bersih, cukup memenuhi syarat eksport, mulutnya dijahit dengan kuat. Isi paling banyak untuk karung blacu 50 kg bersih, atau karung goni maksimum 100 kg/bersih. Dibagian luar kemasan ditulis dengan bahan yang tidak mudah luntur, jelas terbaca, antara lain:
a) Produksi Indonesia.
b) Nama barang atau jenis barang.
c) Nama perusahaan atau ekspiotir.
d) Berat bersih.
e) Berat kotor.
f) Negara/tempat tujuan.
Komponen | Volume | Satuan | Harga satuan | Jumlah | Keterrangan |
(Rp) | (Rp) | ||||
1 | |||||
A. Biaya Tetap | 1 | Ha | 4.000.000 | 4.000.000 | 6 bulan |
2 | Unit | 350.000 | 350.000 | ||
1. Sewa Lahan | 5 | Buah | 350.000 | 700.000 | |
6 | Buah | 40.000 | 200.000 | ||
2. Sewa Traktor | 2 | Buah | 30.000 | 180.000 | |
Unit | 1.000.000 | 2.000.000 | |||
3. Tanki Semprot | |||||
4. Cangkul | |||||
5. Sabit | |||||
6. Sewa mobil angkut (panen) | |||||
Sub total | 7.430.000 | ||||
B. Biaya Variabel | |||||
8 | HOK | 30.000 | 240.000 | ||
1. Pengolahan tanah dan membuat guludan | HOK = Hari Orang Kerja | ||||
8 | HOK | 30.000 | 240.000 | ||
2. Penyiapan bibit | 20 | HOK | 30.000 | 600.000 | Biaya pekerja sudah termasuk uang makan 1 kali |
3. Penanaman | 5 | HOK | 30.000 | 150.000 | |
10 | HOK | 30.000 | 300.000 | ||
4. Pemeliharaan | |||||
8 | HOK | 30.000 | 240.000 | ||
a. Penyulaman | |||||
3 | HOK | 30.000 | 90.000 | 9.000 stek batang/ha | |
b. Penyiangan dan pembumbunan | 6 | HOK | 30.000 | 180.000 | 2.000 stek cadangan |
30 | HOK | 30.000 | 900.000 | dasar, susulan | |
c. Pemupukan dan pembalikan batang | 10 | HOK | 30.000 | 300.000 | isi 500 ml |
d. Pengairan | 11.000 | Stek | 1.000 | 11.000.000 | |
200 | kg | 2.000 | 400.000 | ||
e. Pengendalian OPT | 100 | kg | 3.000 | 300.000 | |
200 | kg | 2.500 | 500.000 | ||
f. Panen | 4 | botol | 50.000 | 200.000 | |
g. Pasca panen | |||||
5. Sarana Produksi | |||||
a. Bibit | |||||
b. Urea | |||||
c. TSP | |||||
d. KCl | |||||
e. Insektisida | |||||
Marshal 25 ST | |||||
Sub total | 15.640.000 | ||||
Total Biaya Produksi | 23.070.000 | ||||
Pendapatan Utama | 70.000 | Kg | 1.000 | 70.000.000 | |
Pendapatan Lain | 36.000 | Batang | 500 | 18.000.000 | |
900 | iket | 500 | 450.000 | ||
1. Batang | |||||
2. Daun | |||||
Total Pendapatan | 88.450.000 | ||||
Keuntungan | 65.380.000 |
Biaya Produksi (Total Biaya) =
Biaya tetap + Biaya Variable
= Rp 7.430.000 + Rp 15.640.000
= Rp 23.070.000
Penerimaan Utama = Produksi x harga
= 70.000 kg x Rp.1.000
= Rp. 70.000.000
Penerimaan Lain = Pendapatan Batang + Pendapatan Daun
= Rp 18.000.000 + Rp 450.000
= Rp 18.450.000
Penerimaan Total = Pendapatan Utama + Pendapatan Lain
= Rp 70.000.000 + Rp 18.450.000
= Rp 88.450.000
Keuntungan Penerimaan = Penerimaan – Biaya Produksi
= Rp. 88.450.000 – 23.070.000
= Rp. 65.380.000
1. BEP Penerimaan =FC
1- VC/s
= Rp 23.070.000
1- Rp 65.380.000/Rp 88.450.000
= Rp 23.070.000
1-0.74
= Rp 88.730.769
2. BEP Produksi = 23.070.000 / 1.000
= 23.070 kg
3. BEP Harga = 23.070.000/ 70.000
= Rp 329,57 /kg
Dari perhitungan tersebut dapat dilihat bahwa usaha tani singkong mengalami break even atau titik impas jika penerimaan yang diperoleh petani sebesar Rp 88.730.769 per musim per usahatani, harga Rp 329,57 / kg per musim atau dengan produksi 23.070 kg.
A. Analisis Kelayakan
1. R/C Ratio = Penerimaan
Total Biaya
= Rp 88.450.000
Rp 23.070.000
= 3,83
2. n/C = Keuntungan
Biaya
= Rp. 65.380.000
Rp. 23.070.000
= 2,83
3. Profit Margin = Keuntunganx 100 %
Penerimaan
= Rp 65.380.000x 100%
Rp 88.450.000
= 0,74x 100%
= 74%
Berdasarkan perhitungan R/C ratio dapat dilihat bahwa usaha pertanian singkong layak untuk dikembangkan karena R/C ratio > 1 dan n/C melebihi bunga bank yang berlaku, selain itu profit marginnya juga tinggi yaitu 74 %.
= Rp 7.430.000 + Rp 15.640.000
= Rp 23.070.000
Penerimaan Utama = Produksi x harga
= 70.000 kg x Rp.1.000
= Rp. 70.000.000
Penerimaan Lain = Pendapatan Batang + Pendapatan Daun
= Rp 18.000.000 + Rp 450.000
= Rp 18.450.000
Penerimaan Total = Pendapatan Utama + Pendapatan Lain
= Rp 70.000.000 + Rp 18.450.000
= Rp 88.450.000
Keuntungan Penerimaan = Penerimaan – Biaya Produksi
= Rp. 88.450.000 – 23.070.000
= Rp. 65.380.000
1. BEP Penerimaan =FC
1- VC/s
= Rp 23.070.000
1- Rp 65.380.000/Rp 88.450.000
= Rp 23.070.000
1-0.74
= Rp 88.730.769
2. BEP Produksi = 23.070.000 / 1.000
= 23.070 kg
3. BEP Harga = 23.070.000/ 70.000
= Rp 329,57 /kg
Dari perhitungan tersebut dapat dilihat bahwa usaha tani singkong mengalami break even atau titik impas jika penerimaan yang diperoleh petani sebesar Rp 88.730.769 per musim per usahatani, harga Rp 329,57 / kg per musim atau dengan produksi 23.070 kg.
A. Analisis Kelayakan
1. R/C Ratio = Penerimaan
Total Biaya
= Rp 88.450.000
Rp 23.070.000
= 3,83
2. n/C = Keuntungan
Biaya
= Rp. 65.380.000
Rp. 23.070.000
= 2,83
3. Profit Margin = Keuntunganx 100 %
Penerimaan
= Rp 65.380.000x 100%
Rp 88.450.000
= 0,74x 100%
= 74%
Berdasarkan perhitungan R/C ratio dapat dilihat bahwa usaha pertanian singkong layak untuk dikembangkan karena R/C ratio > 1 dan n/C melebihi bunga bank yang berlaku, selain itu profit marginnya juga tinggi yaitu 74 %.
(*Sumber : Berbagai sumber )
No comments:
Write comments